Kenapa SID tampil minus one/mixing di TV?
Menanggapi pertanyaan yang sering ditujukan kepada SID terkait penampilan kami di stasiun-stasiun TV nasional.
Tukang protes bertanya:
"Kenapa SID sering tidak tampil full live band kalau main di TV? Gak seru!"
Sebelum menjawab, kami ingin menjelaskan tampil dengan format tidak full live band memiliki beberapa istilah teknis, yang sering dipakai antara lain:
1. 'Minus One' yaitu ketika hanya vokal saja yang live sementara instrumen lainnya tidak.
Tehnik yang sama persis seperti ketika kita ber-karaoke.
2. 'Lip Sync' atau 'Playback' yaitu ketika semua instrumen termasuk vokal tidak ada yang live, semuanya diputar ulang. Tehnik ini juga selalu dilakukan oleh semua band dalam proses shooting video clip.
Dalam kasus SID, kami sama sekali tidak pernah melakukan 'Lyp Sync' atau 'Playback' di stasiun TV manapun. Yang kadang kami lakukan selama ini adalah tehnik 'Minus One'
Dan ini adalah alasannya, mohon diresapi:
1. Kendala teknis dan keterbatasan fasilitas yang dimiliki stasiun TV adalah alasan terbesar kenapa SID kadang harus memilih melakukan Minus One. Walaupun kita selalu fight dan berusaha untuk bisa tampil full live, kadang pihak TV memang tidak memiliki alat-alat yang mendukung. Mohon diingat, tampil live dan disiarkan di TV membutuhkan lebih banyak alat broadcast dan teknis nya lebih rumit daripada sekedar tampil live saja.
Alasan teknis inilah yang kadang membuat stasiun TV tidak bisa memberi SID fasilitas untuk tampil live. SID sadar jika keadaan memang tidak memungkinkan kami harus tahu diri dan bisa memanfaatkan apa yang ada.
2. Stasiun-stasiun TV tersebut BUKAN milik SID dan kami bukan tipe band rockstar manja yang belum apa-apa sudah minta ini minta itu. Kami ikuti peraturan main mereka karena kami tidak melihat hal tersebut mengancam esensi pesan dari lagu/attitude kami. Sama seperti halnya ketika mendengar lagu dari band favorit mu melalui radio atau CD player. Tidak ada bedanya. Band seperti SID tidak banyak memiliki kesempatan untuk tampil di media nasional karena -jujur- semua band di Indonesia tidak ada yang mendapat bayaran jika tampil di acara-acara TV. Kita hanya mendapat sedikit uang bensin dan makan. Semua itu dihitung promo. Bagi SID untuk tampil di TV kadang berat karena kami stay di Bali. Jadi selagi kita bisa tampil di TV, kita akan manfaatkan kesempatan tersebut sebaik-baiknya. Misi utama kami adalah menyebarluaskan pesan-pesan dalam lagu dan attitude kami seluas mungkin.
Apapun caranya akan kami lakukan.
Jadi bagi kamu yang rajin protes, tolong berpikir lebih luas. Tidak semua hal di dunia ini semudah yang kamu bayangkan. Kita tidak hidup sendiri dan bisa seenaknya menuntut ini itu disaat situasi tidak memungkinkan. Jika tidak suka melihat SID tampil minus one, matikan saja TV nya, beres. Yang jelas ada berjuta-juta remaja di pelosok Indonesia yang akhirnya bisa mengenal dan meresapi pesan yang kami sebarkan lewat TV. Dan bagi kami itu jauh lebih penting daripada hanya ingin 'terdengar' sangar dan idealis. Itu tidak akan merubah apa-apa.
Tuh gan alasannya, makanya gan sebelum cari tau jangan dulu beranggapan kalo penyanyi, vokalis band gak berkualitas karena lyp sync. Lagian biasanya mereka lyp sync juga cuma di acara on air doang kali gan....
kehidupan anak punk dan anak jalanan
Kamis, 10 Maret 2011
Alasan penyanyi atau band "Lip Sync"(menurut Jerinx SID)
Arti punk!!!
Punk adalah bukan sekedar musik tapi lebih kepada sebuah gerakan anak muda (youth movement) yang memposisikan dirinya sebagai counter terhadap kemapanan dan salah satu sarana kreatifitas mereka adalah musik dalam hal ini adalah Punk. Berbeda dengan genre Metal yang lebih cenderung kepada “kegelapan” dan “kematian”, Punk memiliki unsur ideologi yang lebih “duniawi”, “real” dan “rumit”. Berikut ini adalah ideologi-ideologi yang lahir bersamaan dengan maraknya musik Punk di tanah air, yaitu: 1. Politik Ideologi politik yang sering diasosiasikan dengan punk adalah anarkisme. Nggak salah kalau Sex Pistols menyayikan “Anarchy in UK”. Banyak aktivis-aktivis punk yang terlibat dalam ideologi politik ini. Kemudian, jikalau sebuah band membantah dirinya berideologi politik sebarnya mereka justru menjadi bagian dari ideologi politik karena setidaknya mereka pasti tidak puas dengan kebijakan pemerintahannya. Ketika punk bertujuan untuk memperjuangkan ideologinya, kita dapat menyebut mereka dengan Progresive. Punk di Indonesia banyak yang beraliran kiri atau kanan. 2. Kemapanan (conformity) Kemapanan dan ketidakmapanan menciptakan salah satu kesalahpahaman terbesar dalam ideologi Punk. Sebenarnya persoalan utama dibalik gerakan punk adalah kebebasan berpikir. Dalam politik, hal ini menciptakan sekumpulan free thinker yang menganjurkan anarki, dalam musik, free thinker menghasilkan suatu sound atau genre baru dan unik. Kemapanan bagi punk dipandang sebagai bahaya sosial karena berpotensi untuk membatasi kebebasan berpikir, yang mana mencegah orang-orang untuk melihat sesuatu yang benar di masyarakat dan sebaliknya memaksa mereka untuk menuruti kehendak mereka yang disebut penguasa dari pemerintahan atau industri musik pop. Anti kemapanan adalah kemudian sebagai hasil dari punk. Bagaimanapun, seseorang yang berpenampilan seperti seorang punk dan mendengarkan musik punk mungkin dapat dikatakan sebagai bagian dari gerakan punk, tapi mereka sebenarnya bukan punk yang sebenarnya, karena punk adalah sebuah “state of mind” 3. Selling Out Selling Out atau menjual habis atau berkhianat merupakan salah satu permasalahan yang sampai sekarang masih menjadi dilema dalam gerakan punk. Pada umumnya, selling out berkaitan dengan penolakan seseorang atau kelompok didalam suatu komunitas punk karena mereka telah keluar dari akar ideologi punk yang sebenarnya. Hal tersebut dapat terjadi karena perubahan status, kekuasaan atau kekayaan. Karena punk menganut anti-establisment sebagai salah satu bagian penting dari ideologi punk, sebuah jaringan label musik independen sangat besar berperan dalam mendistribusikan musik punk. Kemudian bagi sebagain komunitas punk, cara tersebut dirasa terlalu lambat berkembang dan tidak akan membuat perubahan yang berarti dalam kreativitas bermusik mereka sehingga mereka melanggarnya dengan bergabung dengan major lebal. Bagi komunitas lainnya, hal tersebut tidak dapat dibenarkan. Salah satu contohnya mungkin adalah Superman Is Dead yang serta merta bergabung dengan Sony Music Indonesia. 4. Agama Mungkin di Indonesia ideologi beragama bukan menjadi salah satu persoalan yang besar karena memang mereka hidup dinegara yang beragama. Namun di dunia barat, kebanyakan punk diidentikan dengan kebebasan beragama oleh sebab itu sebagian besar banyak menganut agama alternatif seperti Buddha dan Tao atau yang lainnya dan tidak sedikit yang agnostik atau atheist. Kemudian lahir juga counter nya yaitu Christian Punk. Di sini tentu saja kita tidak dapat menyebutnya dengan Punk Muslim, tapi lebih tepatnya Punk Straight Edge (aliran punk yang bertujuan damai dan hidup bersih). 5. DIY (Do It Yourself) Di akhir tahun 1970an, gerakan punk bergerak di lingkungan yang dikontrol oleh mereka yang berideologi berlawanan dengan punk. Karena ini bertabrakan dengan gerakan kebebasan, orang-orang dalam punk scene mulai menciptakan perusahaan rekaman sendiri, mengatur konser sendiri dan menciptakan alat media sendiri. Kemudian hal-hal ini dikenal dengan gerakan DIY. Mottonya yang terkenal adalah “Don’t hate the media, become the media”. Sebenarnya masih banyak lagi ideologi yang berkembang, namun kelima ideologi diatas cukup mewakili gerakan punk di Indonesia. pesan: Punk, sebuah komunitas yang sering diasumsikan sebagai sekumpulan orang yang tidak memiliki masa depan dan penuh dengan kekerasan dengan dandanan yang berantakan dan bergaya seperti preman. Komunitas yang hanya menimbulkan keresahan bagi masyarakat sekitar.Pesan moral yang ingin disampaikan sebenarnya sederhana dan klise yaitu janganlah menilai suatu hal atau seseorang berdasarkan pada kulit luarnya saja tapi telaahlah dengan lebih dalam dan seksama maka penilaian yang sesungguhnya bisa disimpulkan. Kadang suatu hal yang terkesan buruk atau tidak berguna sehingga dipandang sebelah mata ternyata memiliki kelebihan kelebihan lain yang tidak pernah disadari sebelumnya. Punk adalah seni Punk adalah budaya anti kemapanan Punk adalah budaya pembebasan diri dari belenggu yang mengikat individu yang ingin bebas dan merdeka. Punk adalah gaya hidup dan lain sebagainya. YANG HARUS DIKETAHUI TENTANG PUNK: Punk bukan jagoan Punk bukan penjahat Punk bukan kriminal Punk bukan trendy Punk bukan kau dan kau bukan punk. |
3 Rebels, Million Outsiders Kisah tiga punk rocker Pulau Dewata yang menaklukkan kejamnya industri musik dan kini berjutaan fans
Foto : Den Widhana
Demi menghormati tuan rumah, saya memesan bir ketika waitress Twice Bar, Kuta, bertanya minuman apa yang saya mau. Pemilik bar ini adalah I Gede Ari Astina, frontman dan tukang gebuk drum Superman is Dead (SID) yang lebih akrab dengan panggilan Jerinx. Memisahkan SID dengan bir, ibarat memisahkan hujan dan mendung, sesuatu yang sangat jarang terjadi.
Setidaknya begitulah stereotipe pada SID: beer, glam, tato, punk. Maka demi menghormati mereka, saya pesan bir, bukan es teh, es jeruk, atau jus sore itu sambil menunggu SID selesai latihan di studio mereka, akhir Januari lalu.
Sekitar 15 menit kemudian, usai latihan, personel SID naik ke lantai dua, tempat di mana saya menunggu bersama Dodix, manajer SID, dan Yenny dari manajemen SID. Seorang perempuan yang mengaku sebagai Lady Rose juga ada di sana. Vokalis sekaligus gitaris SID I Made Putra Budi Sartika (Bobby Kool) serta bassist merangkap vokalis latar I Made Eka Arsana (Eka Rock) datang. Jerinx menyusul kemudian.
Sore itu tak ada pengunjung lain di bar di Poppies II, gang salah satu cikal bakal pariwisata di Kuta, bahkan Bali, sehingga menjadi gemerlap seperti saat ini. Jerinx mengajak kami duduk di pojok bar berdinding motif kotak-kotak hitam putih dan poster-poster vintage itu. Ini bukan pertemuan pertama saya dengan mereka. Tapi ini pertama kalinya saya main dan bertemu mereka di Twice Bar, tempat SID sering berkumpul, latihan atau bikin acara dengan para penggemarnya.
Bukannya memesan bir, Eka dan Bobby malah “cuma” pesan minuman a la anak kos, teh dan jeruk manis hangat. Mereka tak meminum bir sama sekali di antara obrolan kami selama hampir tiga jam tersebut, tidak juga bagi Jerinx yang secara fisik terlihat paling rebel dengan tato di seluruh tubuhnya. Sejujurnya, sebelum bertemu, saya sudah berasumsi obrolan itu akan dipenuhi bir atau rokok tanpa henti. Ternyata tidak juga. Selama wawancara, Eka, Bobby, maupun Jerinx sama sekali tak minum bir, hal yang sering mereka perlihatkan saat di atas panggung.
SID dikenal sebagai bad boy atau malah rebel. Dengan musik punk, badan penuh tato, serta lirik-lirik lagu penuh kritik sosial, SID mudah diidentikkan sebagai rebel. Paling tidak mantan manajer SID Rudolf Dethu menyebut begitu. Karena citra rebel ini, mereka bisa menjadi salah satu band dengan jumlah penggemar terbesar di Indonesia. “Mungkin anak-anak sekarang menemukan sosok bad boy pada SID setelah era Slank. Makanya SID punya jutaan penggemar sekarang,” kata Dethu.
Besarnya pengaruh SID dibuktikan dengan masuknya mereka dalam Billboard Uncharted di urutan ke-23 hingga Februari lalu. Di situsnya, Billboard menyatakan bahwa Uncharted ini merupakan daftar musisi baru ataupun berkembang yang belum masuk di Billboard Chart, tanpa mempertimbangkan asal negara musisi. Uncharted didasarkan pada penampilan musisi di media online termasuk jejaring sosial, seperti MySpace, Facebook, Twitter, Last.fm, iLike, Wikipedia, dan seterusnya.
Daftar ini memang bukan peringkat mingguan yang biasa mereka keluarkan sebagai paramater musisi, band maupun penyanyi, dengan tingkat penjualan album tertinggi di Amerika Serikat. SID adalah band Indonesia pertama yang masuk peringkat ini. “Kami tidak terlalu kepikiran akan masuk sana. Billboard jauh dari lirik lagu SID. Kalau masuk Grammy sih ingin,” kata Jerinx.
Informasi masuknya SID dalam Billboard Uncharted ini mereka peroleh dua minggu sebelum kami bertemu untuk artikel ini. Pemberitahuan itu dikirim lewat email oleh Evy Nogy, Editor Billboard. “Mungkin mereka melihat aktifnya kami dalam penggunaan Facebook untuk fans group. Kami tidak hanya memberikan informasi tentang band tapi juga ada interaksi dengan penggemar.
Itu mungkin jadi perhatian Billboard pada kami,” kata Eka. “Prinsipnya, mereka melihat intensity, loyality, and activity di Facebook. Banyak band lain yang mungkin punya penggemar lebih banyak tapi kurang aktif dibanding kami. Jadi, peng-hargaan ini bukan hanya dari sisi kuantitas tapi juga kualitas,” tambah Jerinx.
SID memang termasuk band yang aktif di jejaring sosial, termasuk Facebook. Hingga awal Februari lalu, jumlah penggemar Superman is Dead di Facebook mencapai hampir 1,8 juta orang. Untuk ukuran musisi Indonesia, jumlah ini adalah yang terbesar. Bandingkan misalnya dengan Slank yang punya 833 ribu penggemar, ST 12 dengan 808 ribu penggemar, atau yang paling mendekati adalah Ungu dengan 1,6 juta penggemar.
Namun banyak-nya penggemar juga bisa banyaknya musuh, atau setidaknya “pengawas”. Sebab, 1,8 juta penggemar di Facebook tidaklah berarti semua memang penggemar musik dan lirik band punk kelahiran Kuta ini. “Tidak semua penggemar di Facebook suka SID. Banyak yang ikut di Facebook hanya untuk melihat hal negatif tentang kami,” kata Jerinx.
Perjalanan SID memang tak bisa dilepaskan dari “musuh”, terutama di kalangan musisi punk. Mereka menerbitkan tiga album pertamanya secara indie. Pada tahun 1997, band yang lahir di Kuta ini mengeluarkan album Case 15. Dua tahun kemudian mereka mengeluarkan album sesuai nama band mereka sendiri, Superman is Dead. Album terakhir mereka di jalur indie, Bad, Bad, Bad, terbit pada 2002. Setahun kemudian, mereka dikontrak major label, Sony BMG.
Bersama label ini, hingga saat ini SID telah mengeluarkan empat album, yaitu Kuta Rock City (2003), The Hangover Decade (2005), Black Market Love (2006), dan Angels & the Outsiders (2009). Karena sejarahnya dekat dengan musik indie, maka ketika akhirnya SID dikontrak major label, banyak anak punk nyinyir pada mereka.
Tak hanya nyinyir, sebagian anak punk mewujudkan kebencian tersebut melalui kekerasan pada SID, terutama ketika mereka konser. Di Singaraja, Bali, mereka pernah dilempari batu ketika konser. Di Medan dan Yogyakarta, mereka mengalami kekerasan lebih parah yang bahkan mereka sebut sebagai tindakan barbar. Di Medan, kekerasan terjadi ketika mereka tampil di Universitas Sumatera Utara (USU) pada 7 Oktober 2003, beberapa saat setelah mereka dikontrak Sony BMG.
Sebelum konser dimulai mereka mengaku sudah mendapatkan atmosfer tak enak. Ada selebaran anti SID berisi tulisan “Menjadi Rock Star adalah pilihan. Menjadi Punk Rock Star adalah pengkhianatan.” Aroma kebencian makin terasa ketika SID tampil. Pada lagu kedua, sebagian penonton berpakaian street punk mulai mengeluarkan caci maki ke SID dengan sebutan, “Pengkhianat. Pengkhianat!”
Lalu umpatan itu disertai dengan bentuk kekerasan fisik. Botol air mineral, botol bir, sandal, sepatu, batu, bambu penyangga umbul-umbul, bahkan monitor melayang ke atas panggung.
Bobby dan Eka yang di depan harus menyanyi sambil menghindari semua serangan tersebut. Apalagi saat itu sudah malam sehingga lemparan-lemparan sering tak terlihat. “Mereka yang anti SID ini sebenarnya sedikit dibanding jumlah penonton. Tapi karena aksinya berani dan kasar, maka mereka terlihat menonjol,” kata Rudolf Dethu, manajer SID saat itu.
Masuk lagu keenam, kekerasan itu terus berlanjut. Sampai akhirnya pada lagu keenam, tiga personel SID memutuskan tidak melanjutkan penampilan. Mereka berhenti dan lari ke belakang panggung dengan teriakan dan umpatan yang tidak juga berhenti. Suasana kacau. Bahkan ketika masuk mobil menuju hotel pun mereka masih dikejar-kejar anak-anak street punk tersebut.
Kejadian sama terulang lagi ketika mereka tampil di Yogyakarta, persis sehari setelah tampil di Medan. Mereka dilempari sebagian dari ribuan penonton yang menonton konser SID di Kota Pelajar itu. Saat itu mereka tampil di kampus Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran Yogyakarta. Baru pada lagu kedua, sebagian penonton berpakaian street punk bikin huru-hara. Salah satunya bahkan naik ke panggung setelah pura-pura pingsan dan dibawa ke belakang panggung lalu berlari memukul Bobby, vokalis SID. Bobby balik memukul, begitu pula sebagian panitia dan keamanan konser. “Aku ikut-ikutan menghajarnya. Ha-ha-ha,” kata Dethu. Karena suasana kacau, ketiga personel SID dibawa ke masjid kampus UPN agar terhindar dari kekacauan lebih besar.
Kekerasan di Singaraja, Medan, dan Yogyakarta terjadi akibat tuduhan bahwa SID telah sell out, mengkhianati punk dengan masuk ke major label. “Mereka yang benci SID karena masuk major label itu karena indoktrinasi. Mereka punya fanatisme berlebihan terhadap ideologi tertentu termasuk punk. Mereka sama saja dengan fundamentalis. Mereka berasumsi semua yang masuk major label itu brengsek. Padahal tidak juga. Ketika masuk, kami tawar-menawar dulu dengan label. Tapi mereka [anak punk yang benci SID] tidak tahu proses itu. Mereka pikir kami melacur dengan kirim demo dan semacamnya. Itu tidak benar. Label yang cari kami, bukan sebaliknya,” kata Jerinx.
Bobby menimpali, “Orang kalau sudah terindoktrinasi cenderung pakai kaca mata kuda, melihat kebenaran hanya dari satu sisi.” Mereka menambahkan sekali lagi, street punk pembenci SID ini sebenarnya berjumlah sangat sedikit dibanding anak-anak punk lain, yang meski tidak setuju dengan pilihan SID masuk major label namun tetap menjaga persaudaraan maupun menikmati konser SID.
SID punya alasan tersendiri kenapa mereka akhirnya masuk major label. Pertama, lebih menghasilkan dibanding indie label. “Selama delapan tahun main di indie, kami tidak pernah menikmati hasilnya. Jadi kalau bisa dapat major label yang tidak membatasi kami dalam bermusik pasti bagus,” kata Bobby. Mereka bercerita ketika masih di indie, membeli senar gitar saja susah. Mereka pakai sandal untuk simbal. Pakai pick gitar dengan tutup bungkus sabun colek.
“Biar hemat, kami harus merebus senar gitar yang habis dipakai supaya senarnya bagus kembali,” tambah Eka. Parahnya lagi, sering sekali mereka mendapat jawaban klise dari distro yang menjual kaset mereka. “Masak kalian tidak percaya, sih, sampai menagih terus pada kami,” adalah jawaban generik yang diberikan tiap kali anak-anak SID menanyakan hasil penjualan album. Setelah masuk major label, mereka kini menikmati hasil bermusiknya. Bisa punya studio sendiri. Undangan manggung juga datang dari mana-mana meski bayaran mereka saat ini antara Rp 40-50 juta.
Mereka menepis tuduhan bahwa mereka melacur. Jika sebagian band mengemis pada major label agar dikontrak, maka tidak demikian dengan SID. Menurut Dethu, mereka tidak pernah menawarkan CD demo pada major label tapi justru sebaliknya, mereka dicari melalui perantara teman. “Kami berikan CD ke Pak Yan Djuhana [bos Sony BMG] . Lalu beberapa bulan kemudian dia telepon kami mengajak rekaman. Tentu saja kami senang. Tapi tawaran ini juga jadi perdebatan kami secara internal apakah diterima atau tidak,” kata Dethu. Ketakutan Jerinx, Bobby, Eka, dan Dethu saat itu karena mereka takut dianggap selling out oleh komunitas punk.
Setelah negosiasi cukup alot, SID lalu sepakat menerima tawaran tersebut dengan sejumlah syarat, seperti komposisi dan lirik yang digunakan. Karena terbiasa menggunakan bahasa Inggris, SID meminta agar semua lagu ditulis dalam bahasa Inggris. Sebaliknya, pihak Sony BMG justru minta semua dalam bahasa Indonesia. Komprominya kemudian adalah materi lagu terdiri dari 70 persen bahasa Inggris, 30 persen bahasa Indonesia. Jadi, dari 14 lagu pada album pertama, empat di antaranya berbahasa Indonesia, 10 menggunakan bahasa Inggris. “Itu bentuk kompromi kami dengan major label. Kami justru belajar membuat lirik bahasa Indonesia setelah kontrak dengan major label. Kalau ada keterlibatan lain Sony BMG dalam pemilihan lagu, lebih pada urutan lagu dalam album. Bagi kami, tidak masalah urutannya. Toh semuanya lagu kami sendiri,” kata Jerinx.
Di bawah salah satu label terbesar di Indonesia, distribusi album pertama SID bersama Sony BMG langsung naik ratusan kali lipat. Kalau zaman indie mereka paling banyak bisa jual 400 keping kaset atau maksimal 1.000 keping, sekarang mereka bisa distribusi album hingga 400.000 copy. Ini alasan kedua kenapa SID mau rekaman di bawah major label. “Buat apa bikin musik bagus kalau tidak didengar orang lain? Seidealis apa pun musisinya, pasti dia ingin didengar,” ujar Jerinx.
SID: Kita Berhak Jadi Diri Sendiri
Ketika Superman Is Dead (SID) ambil bagian dalam pergelaran 1000 Bands United, Sabtu (18/12/2010) malam di Cibubur, Jakarta Timur, Jerinx (JRX) menyisipkan sentilan mengenai hak untuk menjadi diri sendiri di negeri ini, sebelum ia menyanyikan lagu Lady Rose.
KOMPAS IMAGES/BANAR FIL ARDHI
Bobby Kool, vokalis dan gitaris Superman Is Dead, dalam pertunjukan grup punk rock Bali itu pada pergelaran 1000 Bands United, Sabtu (18/12/2010) malam di Cibubur, Jakarta Timur.
KOMPAS IMAGES/ BANAR FIL ARDHI
Eka Rock, pemain bas grup punk rock Bali, Superman Is Dead (SID), menyanyikan sepotong lagu Kemesraan dalam pertunjukan band itu pada pergelaran 1000 Bands United, Sabtu (18/12/2010) malam di Cibubur, Jakarta Timur.
Di area Buperta Pramuka yang luas, Sabtu malam, tiga grup ternama, Slank, BIP, dan PAS Band, mendapat tempat manggung bergiliran di Mainstage 1 atau Mainstage 2, yang dibangun bersebelahan di Kempa II. Akibatnya, kebanyakan penonton sudah terpusat ke sana sejak menjelang magrib, menunggu ketiga band tersebut beraksi. Sementara itu, satu lagi grup terkenal, SID, mendapat tempat tampil terpisah, yaitu di Stage H, Kempa I, yang letaknya tak bisa dibilang dekat dari Kempa II. Mereka manggung dari pukul 21.50 WIB, sebagai puncak rangkaian pertunjukan di Kempa I. Aksi SID berakhir ketika PAS Band di Kempa II akan membawakan lagu ketiga dihitung dari ujung sajian grup Bandung tersebut yang menutup rangkaian pertunjukan di Kempa II.
Dengan kondisi itu, teorinya, akan sulit bagi SID untuk menarik banyak penonton di luar para penggemar SID--Outsider (cowok) dan Lady Rose (cewek). Memang, ketika SID sampai di tenda pengisi acara di belakang Stage H sehabis magrib, jumlah penonton masih relatif sedikit, beberapa puluh saja, dan rata-rata tentunya para penyuka SID. Namun, rupanya, SID bersinar cukup kuat untuk membuat sedikit demi sedikit orang terus berdatangan ke depan pentas mereka. Maka ketika Bobby Kool (vokal dan gitar), Eka Rock (bas dan vokal), dan Jerinx atau JRX (drum) mulai menggebrak Stage H dengan "Bangkit dan Percaya" dan "We are Outsiders", bentangan rumput di hadapan pentas itu pun dipenuhi kurang-lebih 1.000 penonton.
Raungan gitar, gebukan drum yang powerful sekaligus cepat, serta dentuman bas SID tak pelak membuat para Outsider menyanyi, melonjak-lonjak, moshing, saling menabrakkan badan satu sama lain, atau membuat tanda silang dengan kedua tangan, dengan jari-jari mengepal--pemandangan "wajib" pada pertunjukan-pertunjukan SID.
"Baru kali ini ada 1000 band jadi satu di sini. Yang pasti, semua selalu tertib, jangan lagi ada masalah, jangan lagi ada bencana, karena sudah cukup luka Indonesia," seru Bobby sebelum lagu "Luka Indonesia" digulirkannya bersama JRX dan Eka. Sebelum lanjut ke "Musuh dan Sahabat" dan "Saint of My Life", SID kembali mengingatkan para penonton untuk mencegah mereka gontok-gontokan akibat saling tabrak.
Menyanyi sebagai vokalis utama sesekali bukan hanya menjadi urusan Bobby. JRX, yang otot dan tatonya terlihat karena bertelanjang dada, beranjak dari balik set drumnya menuju ke bagian panggung paling depan. Ia lalu duduk di kursi yang disediakan dan menyampirkan gitar akustiknya di depan dadanya. "Gimana kabar semuanya? Gimana kabar Lady Rose?" sapanya setelah meminta para penonton duduk beralas rumput di hadapannya. "Saya mempersembahkan lagu ini untuk kebebasan di Indonesia. Setiap warga Indonesia berhak menjadi diri sendiri, berhak untuk tidak diatur-atur. Hidup perbedaan! And this called 'Lady Rose'," tuturnya disambut seruan sepakat dari para penonton.
Selanjutnya, sesudah JRX kembali ke "singgasana"-nya, SID menggebrak lagi dengan dua lagu kencang--"Kuta Rock City" dan "Kuat Kita Bersinar". Pertunjukan mereka ditutup dengan Eka melantunkan sepotong lagu "Kemesraan", karya Franky dan Johnny Sahilatua yang dipopulerkan oleh Iwan Fals, yang disambung oleh SID dengan "Jika Kami Bersama".
Dengan kondisi itu, teorinya, akan sulit bagi SID untuk menarik banyak penonton di luar para penggemar SID--Outsider (cowok) dan Lady Rose (cewek). Memang, ketika SID sampai di tenda pengisi acara di belakang Stage H sehabis magrib, jumlah penonton masih relatif sedikit, beberapa puluh saja, dan rata-rata tentunya para penyuka SID. Namun, rupanya, SID bersinar cukup kuat untuk membuat sedikit demi sedikit orang terus berdatangan ke depan pentas mereka. Maka ketika Bobby Kool (vokal dan gitar), Eka Rock (bas dan vokal), dan Jerinx atau JRX (drum) mulai menggebrak Stage H dengan "Bangkit dan Percaya" dan "We are Outsiders", bentangan rumput di hadapan pentas itu pun dipenuhi kurang-lebih 1.000 penonton.
Raungan gitar, gebukan drum yang powerful sekaligus cepat, serta dentuman bas SID tak pelak membuat para Outsider menyanyi, melonjak-lonjak, moshing, saling menabrakkan badan satu sama lain, atau membuat tanda silang dengan kedua tangan, dengan jari-jari mengepal--pemandangan "wajib" pada pertunjukan-pertunjukan SID.
"Baru kali ini ada 1000 band jadi satu di sini. Yang pasti, semua selalu tertib, jangan lagi ada masalah, jangan lagi ada bencana, karena sudah cukup luka Indonesia," seru Bobby sebelum lagu "Luka Indonesia" digulirkannya bersama JRX dan Eka. Sebelum lanjut ke "Musuh dan Sahabat" dan "Saint of My Life", SID kembali mengingatkan para penonton untuk mencegah mereka gontok-gontokan akibat saling tabrak.
Menyanyi sebagai vokalis utama sesekali bukan hanya menjadi urusan Bobby. JRX, yang otot dan tatonya terlihat karena bertelanjang dada, beranjak dari balik set drumnya menuju ke bagian panggung paling depan. Ia lalu duduk di kursi yang disediakan dan menyampirkan gitar akustiknya di depan dadanya. "Gimana kabar semuanya? Gimana kabar Lady Rose?" sapanya setelah meminta para penonton duduk beralas rumput di hadapannya. "Saya mempersembahkan lagu ini untuk kebebasan di Indonesia. Setiap warga Indonesia berhak menjadi diri sendiri, berhak untuk tidak diatur-atur. Hidup perbedaan! And this called 'Lady Rose'," tuturnya disambut seruan sepakat dari para penonton.
Selanjutnya, sesudah JRX kembali ke "singgasana"-nya, SID menggebrak lagi dengan dua lagu kencang--"Kuta Rock City" dan "Kuat Kita Bersinar". Pertunjukan mereka ditutup dengan Eka melantunkan sepotong lagu "Kemesraan", karya Franky dan Johnny Sahilatua yang dipopulerkan oleh Iwan Fals, yang disambung oleh SID dengan "Jika Kami Bersama".
SID Kawinkan Punk Rock dengan Orkestra
Superman IS Dead: Eka Rock (kiri), JRX atau Jerinx, dan Bobby Kool (kanan)
Grup punk rock asal Bali, Superman Is Dead (SID), akan mengawinkan musik mereka dengan musik orkestra modern untuk album selanjutnya, yang dijadwalkan akan dirilis pada pertengahan 2011.
Untuk menggarap album dengan konsep itu, Bobby Kool (vokal dan gitar), Eka Rock (bas), dan JRX atau Jerinx (drum) tak memilih rekaman secara live. "Kami masih memakai track, soalnya ada beberapa lagu yang akan kami bikin megah seperti orkestra," kata Bobby.
Menurut Bobby, unsur-unsur bunyi dalam musik punk rock SID tidak akan bertabrakan dengan unsur-unsur bunyi dalam musik orkestra modern yang akan mengawal lagu-lagu mereka.
Sebuah calon single andalan mulai disiapkan oleh SID. "Judulnya, 'Jadilah Legenda', tentang seseorang yang punya pengaruh besar terhadap Indonesia, bangsa ini," kata JRX.
SID menghadirkan lagu tersebut untuk memotivasi orang-orang agar melakukan pendobrakan. "Lagu itu lebih ke motivasi untuk do something yang bisa dikenang. Jadi, lagu itu mudah-mudahan bisa memotivasi orang untuk mendobrak situasi, kondisi, lalu orang mengenangnya. Itulah legenda," urai JRX.
Supaya misi tersebut mudah sampai kepada para pendengar lagu itu, SID lebih dulu melakukan observasi. "Lagu ini hasil observasi. Saya melihat, sekarang ini orang penuh keragu-raguan. Sekarang, orang yang sedikit berbeda malah dicap kebarat-baratan, liberal," ulas JRX. "Sepertinya ada paradigma di masyarakat kita yang menahan orang untuk maju. Sedikit melakukan yang berbeda, cenderung dilabeli sebagai agen liberal," lanjutnya.
Untuk album baru itu, SID juga akan bekerja sama lagi dengan vokalis lainnya, seperti yang sudah mereka lakukan bersama Heru "Shaggydog" untuk single "Jika Kami Bersama" dalam album Angels and the Outsiders! "Nanti akan ada proyek kolaborasi lagi. Nomine vokalisnya sudah ada. Malah, siapa yang bakal jadi model video clip-nya sudah kami pikirkan," kata JRX lagi, kali ini dengan berahasia.
Menurut Bobby, unsur-unsur bunyi dalam musik punk rock SID tidak akan bertabrakan dengan unsur-unsur bunyi dalam musik orkestra modern yang akan mengawal lagu-lagu mereka.
Sebuah calon single andalan mulai disiapkan oleh SID. "Judulnya, 'Jadilah Legenda', tentang seseorang yang punya pengaruh besar terhadap Indonesia, bangsa ini," kata JRX.
SID menghadirkan lagu tersebut untuk memotivasi orang-orang agar melakukan pendobrakan. "Lagu itu lebih ke motivasi untuk do something yang bisa dikenang. Jadi, lagu itu mudah-mudahan bisa memotivasi orang untuk mendobrak situasi, kondisi, lalu orang mengenangnya. Itulah legenda," urai JRX.
Supaya misi tersebut mudah sampai kepada para pendengar lagu itu, SID lebih dulu melakukan observasi. "Lagu ini hasil observasi. Saya melihat, sekarang ini orang penuh keragu-raguan. Sekarang, orang yang sedikit berbeda malah dicap kebarat-baratan, liberal," ulas JRX. "Sepertinya ada paradigma di masyarakat kita yang menahan orang untuk maju. Sedikit melakukan yang berbeda, cenderung dilabeli sebagai agen liberal," lanjutnya.
Untuk album baru itu, SID juga akan bekerja sama lagi dengan vokalis lainnya, seperti yang sudah mereka lakukan bersama Heru "Shaggydog" untuk single "Jika Kami Bersama" dalam album Angels and the Outsiders! "Nanti akan ada proyek kolaborasi lagi. Nomine vokalisnya sudah ada. Malah, siapa yang bakal jadi model video clip-nya sudah kami pikirkan," kata JRX lagi, kali ini dengan berahasia.
Punk street di Serambi Aceh
pakaian minimalis. Telinga, hidung, dan lidah ditindik. Rambut beragam bentuk. Sering mendekati tong sampah. Wajahnya terkadang sangar. Badannya terkesan jarang mandi. Hampir saban malam orang-orang yang mempunyai ciri-ciri demikian melanglang di kota Banda Aceh, terutama di Taman Sari dan Blang Padang.
Setiap melihat mereka, setidaknya warga akan mengatakan, gelandangan, gembel, dan sebagainya. Warga, siapa saja, tidak mengecek kalau mereka itu punk sejati atau cuma berpenampilan seperti anak punk saja.
Begitulah nasib komunitas Public United Not Kingdom (PUNK) yang berkeliaran di kota Banda Aceh sekarang. Selama awal tahun ini, surat kabar lokal telah memuat berita tentang keresahan warga terhadap keberadaan komunitas yang berpenampilan nyentrik itu. Misal di serambinews.com (7/1/11), keberadaan komunitas punk di kota Banda Aceh dalam beberapa bulan terakhir ini dinilai meresahkan warga. Seperti dialami seorang ibu yang tak henti-hentinya menangis di kantor Dinas Syariat Islam kota Banda Aceh, Kamis (6/1/11), saat melaporkan anak perempuannya yang berusia 18 tahun, pergi dari rumah dan belakangan diketahui telah bergabung dengan komunitas tersebut.
Ibu itu menuturkan, anaknya sedang kuliah di salah satu perguruan tinggi swasta di Banda Aceh. Sejak empat bulan lalu, anaknya memperlihatkan perilaku yang tidak baik. Anaknya itu sudah meninggalkan shalat, membuka jilbab, dan jarang mandi. Bahkan sudah berani melawan orangtua dengan kata-kata kasar. “Bulan Oktober, anak saya lari dari rumah. Kami dengar kabar dia di Medan. Katanya dia sudah jadi anak punk. Kami pun menyusul ke Medan dan menemukan dia sedang ngamen bersama teman-teman punknya,” kata ibu itu dengan mata berkaca-kaca. Ia sempat membawa pulang anaknya. Namun, beberapa bulan kemudian putrinya kembali kabur dan hingga kini tak diketahui keberadaannya.
Selain itu, kepala Satpol PP dan WH kota Banda Aceh, Rusli AK juga mengatakan keberadaan punk di kota Banda Aceh meresahkan warga. Seperti diberitakan Harian Aceh (15/1/11), pihaknya telah mengidentifikasi bahwa ada 60 anggota komunitas punk di Banda Aceh. Dan itu meresahkan warga, kata Rusli AK. Dia juga menerangkan kalau punk itu masuk kategori gelandangan. Alasannya, mereka menggelandang hidupnya di fasilitas publik, padahal mereka memiliki keluarga, orangtua, dan tempat tinggal. Semua diagnosa masyarakat terhadap punk itu memang benar. Tapi siapa tahu kalau mereka yang selama ini berkeliaran di ibukota provinsi itu bukanlah anggota punk yang sebenarnya, tapi remaja atau pemuda yang doyan berpenampilan seperti anggota punk?
Karena saya pernah menjumpai langsung pengikut punk (punker) itu pada medio 2010. Malam (2/7/10) itu, saya menjumpai mereka yang sedang berkumpul di teras Musem Tsunami yang terletak di Blang Padang. Mulanya mereka memang kelihatan menakutkan. Tapi saat saya mencoba berkomunikasi, mereka menyambut dengan terbuka, ramah dan akrab. Meski agak tertutup dan tak mau dipublikasikan, saya bisa memahami setidaknya bagaimana punk yang sebenarnya. Kebetulan malam itu saya bertatap-muka dengan Street Punk Aceh.
Dari pengakuan seorang di antara mereka, punk itu tidak seperti yang dianggap masyarakat pada umumnya. (Saya tidak mengada-ada). Mereka mempunyai motto hidup, yaitu Do it Yourself (DIY), artinya lakukan sendiri atau kemandirian. Mereka juga mempunyai kreatifitas, seperti usaha sablon dan kerajinan tangan. Lantas siapa juga yang dianggap miris oleh masyarakat? “Sebenarnya yang dipandang miris itu bukanlah kami, tapi komunitas yang bergaya hidup seperti anak punk. Mereka melakukan tindak kriminal. Sehingga masyarakat menganggap gelandangan atau apa namanya, setiap yang berpenampilan aneh seperti kami,” ujar seorang punk yang mengaku asal Takengon pada saya.
Lelaki yang sudah melanglang di Medan itu juga menambahkan, sebenarnya mereka ingin mencari keadilan. Keadilan tanpa kebebasan itu penindasan namanya, kata dia. Pemuda yang mengaku menangis saat melihat pemutaran video tsunami di museum tsunami itu juga mengatakan, kawan-kawannya juga dari kaum terpelajar, siswa atau dan mahasiswa. Harinya mereka belajar. Makanya mereka berkumpul di saat malam hari. Sebagian anggota komunitas itu juga mengaku, kalau orangtua mereka sudah pasrah, karena tak sanggup lagi menasihatinya. Mereka juga berkata, bahwa mereka tak akan mengganggu masyarakat.
Kreatifitas yang diciptakan punker antara lain menciptakan grup band, usaha sablon dan kerajinan tangan, membuka distro, juga kajian agama. Seperti yang diprakarsai Punk Moslem. Pada talkshow “Menelisik Lika-liku Kehidupan Punk Moslem” yang diadakan oleh Lembaga Dakwah Kampus Syahid (LDK Syahid) di aula Student Center Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah (18/3/10), Punk Moslem sama sekali tidak seperti yang dianggap masyarakat pada umumnya terhadap punk. Stereotip miris terhadap Punk Moslem sangat tidak cocok. Dan kini, Punk Moslem tersebar di Indonesia (Jogjakarta, Palu, Semarang, Bengkulu, Indramayu). Kegiatan punk muslim adalah mengaji setiap hari. Dan ini mendapat tantangan serius dari para preman. Namun mereka tetap berjuang agar tidak dianggap miris.
Penyebab komunitas punk dianggap miris mungkin karena stereotip masyarakat, yaitu menggeneralisasikan sekelompok orang dengan mengabaikan perbedaan-perbedaan mereka yang bersifat individual. Stereotip ini sering menyesatkan persepsi masyarakat bila dijadikan landasan untuk berkomunikasi dan bekerjasama dengan orang lain. Saya rasa, tak bermaksud membela, pandangan masyarakat terhadap keberadaan punk di kota Banda Aceh karena stereotip, bahwa punk itu anarkis, gelandangan, kotor, dan sebagainya.
Bisa jadi, mereka seperti yang dikatakan Pavel Semenov, psikolog Rusia. Ia mengatakan, manusia memuaskan kelaparannya akan pengetahuan dengan dua cara. Pertama, melakukan penelitian terhadap lingkungannya dan mengatur hasil penelitian tersebut secara rasional (sains). Kedua, mengatur ulang lingkungan terdekatnya dengan tujuan membuat sesuatu yang baru (seni).
Karena ingin menjiwai seni, sebagian pemuda di Amerika membuat gebrakan baru. Gerakan muda yang merupakan anak-anak kelas pekerja mengalami masalah ekonomi dan keuangan yang dipicu oleh kemerosotan moral dan para tokoh politik yang memicu tingkat pengangguran dan tingginya kriminalitas. Kemudian mereka membentuk komunitas yang antikapitalis dan kemudian dinamakan “punk”.
Masa itu, mereka berusaha menyindir para penguasa dengan caranya sendiri, melalui lagu-lagu dengan musik dan lirik yang sederhana namun kadang-kadang kasar, beat yang cepat dan menghentak. Sejak tahun 1980-an, saat punk merajalela di Amerika, golongan punk dan skinhead seolah-olah menyatu, karena mempunyai semangat yang sama. Namun, punk juga dapat berarti jenis musik atau genre yang lahir di awal tahun 1990-an Punk juga bisa berarti ideologi hidup yang mencakup aspek sosial dan politik.
Komunitas “Street Punk Aceh” yang saya jumpai itu juga mengungkapkan, punk itu antikapitalis. Mereka mengatakan diri sebagai makhluk sosial, karena punk juga manusia yang hidup penuh dengan seni meski terkadang seninya itu dianggap miris oleh masyarakat.
Ponorogo dan Punk
Disini saya hanya menulis apa-apa yang ada di Ponorogo, yang menggeliat di dalamnya, dan yang bernafas di dalamnya. Tanpa di dasari motiv lain.
Nama Punk mungkin memang sudah sering kita dengar di telinga kita, tapi mungkin sangat tidak sering sekali kita mendengar keberadaan punk di kota Ponorogo kita ini. Sebenarnya mereka sudah lama di kota ini, sudah eksis dengan karya-karya mereka. Nah, sebelumnya saya akan memberikan sedikit gambaran tentang Punk, yang diambil dari berbagai sumber:
Punk merupakan sub-budaya yang lahir di London, Inggris. Pada awalnya, kelompok punk selalu dikacaukan oleh golongan skinhead. Namun, sejak tahun 1980-an, saat punk merajalela di Amerika, golongan punk dan skinhead seolah-olah menyatu, karena mempunyai semangat yang sama. Namun, Punk juga dapat berarti jenis musik atau genre yang lahir di awal tahun 1970-an. Punk juga bisa berarti ideologi hidup yang mencakup aspek sosial dan politik.
Gerakan anak muda yang diawali oleh anak-anak kelas pekerja ini dengan segera merambah Amerika yang mengalami masalah ekonomi dan keuangan yang dipicu oleh kemerosotan moral oleh para tokoh politik yang memicu tingkat pengangguran dan kriminalitas yang tinggi. Punk berusaha menyindir para penguasa dengan caranya sendiri, melalui lagu-lagu dengan musik dan lirik yang sederhana namun terkadang kasar, beat yang cepat dan menghentak.
Banyak yang menyalahartikan punk sebagai glue sniffer dan perusuh karena di Inggris pernah terjadi wabah penggunaan lem berbau tajam untuk mengganti bir yang tak terbeli oleh mereka. Banyak pula yang merusak citra punk karena banyak dari mereka yang berkeliaran di jalanan dan melakukan berbagai tindak kriminal.
Punk lebih terkenal dari hal fashion yang dikenakan dan tingkah laku yang mereka perlihatkan, seperti potongan rambut mohawk ala suku indian, atau dipotong ala feathercut dan diwarnai dengan warna-warna yang terang, sepatu boots, rantai dan spike, jaket kulit, celana jeans ketat dan baju yang lusuh, anti kemapanan, anti sosial, kaum perusuh dan kriminal dari kelas rendah, pemabuk berbahaya sehingga banyak yang mengira bahwa orang yang berpenampilan seperti itu sudah layak untuk disebut sebagai punker.
Punk juga merupakan sebuah gerakan perlawanan anak muda yang berlandaskan dari keyakinan we can do it ourselves. Penilaian punk dalam melihat suatu masalah dapat dilihat melalui lirik-lirik lagunya yang bercerita tentang masalah politik, lingkungan hidup, ekonomi, ideologi, sosial dan bahkan masalah agama.
Dan itulah mereka. Tapi disini saya akan lebih menggaris bawahi tentang Band Punk, karya-karya mereka, dan komunitas mereka di Ponorogo.
Berawal dari malam minggu tanggal 17 Mei kemarin yang menginspirasi tulisan ini. Sebuah acara band punk di gelar malam itu, tepatnya di Jalan Muria 50 Ponorogo, PRO STATION MUSIC STUDIO. Mereka memainkan musik ngebut semalam suntuk. Tak hanya mereka yang dari Ponorogo yang mengisi acara itu, mereka yang dari luar kota pun datang: Madiun, Solo, Pacitan, etc.
Memang disinilah para Punker Ponrogo itu banyak dilahirkan. PRO STATION MUSIC STUDIO, tempat dimana mereka berkreasi dan menumpahkan segalanya. Mulai dari ANTHIOSIS, band yang di gawangi oleh Neoan “NEON” Perdana ( Drum ), Fyor “KEMEK” Birahmatika ( Gitar+Voc ), Arya “JA’OX” Robbi ( Bass+Voc ) ini mulai mencoba bernyanyi di 2007. Band yang sempat mempunyai nama BRINGAZ 1908 ini pun sempat beberapa kali ganti personel.
“ Tenang saja, Kita “masih ada” rasa respect terhadap OSIS. Setidaknya masih ada rasa harga menghargai terhadap OSIS itu sendiri. Nama ANTHIOSIS sendiri hanya mewakili kebencian kita terhadap siswa-siswi pengurus OSIS. Bersikap berdasar realita, kebiasaan, dan tradisi. Dari dulu sampai sekarang, “sikap luar” siswa-siswi OSIS tidak pernah berubah!!! Kesombongan, keangkuhan, dan ke-an ke-an yang lain, yang sok itu, yang sok ini dan sok-sok yang lain…(HAHA..) ” kata mereka.
Awal November 2007, ANTHIOSIS mengikuti audisi band sebuah acara musik rock lokal, dan nantinya akan dipilih 10 band untuk berparade ria di depan publik kota reog. Kesempatan yang baik buat ANTHIOSIS mengepakkan sayap pertamanya.
Dan… Sesuai harapan, akhirnya mereka ber’3 lolos audisi dan berhak tampil di acara tersebut, (tepatnya 11 November 2007). ANTHIOSIS menggeber 2 lagu cover yakni dari Begundal Lowokwaru & Marjinal.
Lumayan sukses di kepakan pertama, proyek selanjutnya adalah mencoba merubah image band. Tidak lagi menjadi band cover, dengan mulai sibuk mencari materi untuk own songs sekaligus mencari karakter band.
Terus mengasah taji dengan sering “ngesong” di luar kota, plus aktif di even-even lokal (sempat membuka gelaran “MARLBORO EXTREME ROCK 2008″ Feat Blingsatan-Sby Street Rock Di Ponorogo tepatnya 5 Juli 2008).
Puncaknya 19 JULI 2088 band yang punya bascamp di jalan Thamrin 72 Po ini ditawari untuk solo perform di salah satu cafe ternama di Ponorogo, Warock Cafe. Menggeber kurang lebih 10 own songs ANTHIOSIS. Suasana meriah, dan mereka eksis sampai sekarang di kota reog ini.
Kentrong Bunthong. Salah satu band punk paling eksis di Ponorogo. Berdiri pada Juli 2006, sama-sama PRO STATION MUSIC STUDIO production. Band yang di huni Edenk/Adhit (drum), Kenthuz/Bagus (guitar/voc), Gendhut/Rifki (bass/voc), Kancil/Waga (guitar), Bengkring/Richard (voc) ini memiliki aliran crusty punk. Eksistensi mereka sudah tidak dipertanyakan lagi, suara mereka telah di perdengarkan sampai Surabaya, Gresik, Trenggalek, Pacitan, Madiun, dan kota-kota punk lainnya.
TRAGEDI 98. Band yang berdiri pada 2007 ini dilatar belakangi sebuah peristiwa pada tahun 1998, dimana semua orang (terutama rekan-rekan mahasiswa) menginginkan adanya perubahan sistem hukum negeri ini. Dan yang menjadi awal berdirinya reformasi di negeri ini sampai sekarang. Band yang sering nongkrong di trotoar jalan Sudirman Ponorogo ini di jalankan oleh KUWOK (Drum), NGGANDEN (Guitar), BINTONK (Bass), BIGCONE (Voc).
Selain mereka masih banyak lagi band punk di ponorogo yang selalu eksis, seperti: BYAR PETH, CHAOS KIDS, BORGOL 08, TULANG RUSUK, BAKTERI FORCE.
Adalah outSIDers reogcity, satu lagi komunitas punk di Ponorogo. Ya, mereka adalah ” pengikut ” Superman Is Dead, salah satu band punk dari Kuta, Bali, Indonesia. Band yang di gawangi Bobby cool ( guitar ), Eka rock ( Bass ), dan Jerinx ( drum ) ini telah menginspirasi anak-anak muda Jalan Semeru dan Jalan Merbabu Ponorogo untuk membentuk komunitas SID di Ponorogo. Ya, disinilah permulaan itu, dan pada tanggal 8 Agustus 2008 ( 080808 ) outSIDers reogcity resmi terbentuk. Komunitas yang awalnya beranggotakan hanya belasan orang, kini anggotanya sudah mencapai ratusan umat. Ini juga pengaruh dari eksisnya band pujaan mereka itu di jagat musik Indonesia.
PUNKNOWROCKGO, dengan nama itulah mereka menyebut kota ini dan selalu berkumpul setiap hari minggu pagi jam 10.00 di skate park ( depan gedung kesenian ). Menyanyikan bersama lagu-lagu SID, ataupun hanya sekedar berbincang, dan dengan sepeda Lawrider, itu semua sudah membuat mereka gembira. Mereka juga tak pernah absen pada even-even SID, mereka selalu mengikuti kemanapun SID manggung.
Mereka sangat mudah sekali di tandai ketika sedang berkumpul. Menggunakan kaos ” kebesaran ” berwarna hitam, dengan logo outSIDers reogcity di punggung, dan bertuliskan Kuta Reog City ( plesetan dari: Kuta Rock City, salah satu album SID ) di bawah logo itu.Di kaos itu juga bertuliskan visi dan cita-cita para outSIDer itu.
Itulah sedikit cerita tentang mereka, punk di Ponorogo. CHEERS FOR FREEDOM…
Nama Punk mungkin memang sudah sering kita dengar di telinga kita, tapi mungkin sangat tidak sering sekali kita mendengar keberadaan punk di kota Ponorogo kita ini. Sebenarnya mereka sudah lama di kota ini, sudah eksis dengan karya-karya mereka. Nah, sebelumnya saya akan memberikan sedikit gambaran tentang Punk, yang diambil dari berbagai sumber:
Punk merupakan sub-budaya yang lahir di London, Inggris. Pada awalnya, kelompok punk selalu dikacaukan oleh golongan skinhead. Namun, sejak tahun 1980-an, saat punk merajalela di Amerika, golongan punk dan skinhead seolah-olah menyatu, karena mempunyai semangat yang sama. Namun, Punk juga dapat berarti jenis musik atau genre yang lahir di awal tahun 1970-an. Punk juga bisa berarti ideologi hidup yang mencakup aspek sosial dan politik.
Gerakan anak muda yang diawali oleh anak-anak kelas pekerja ini dengan segera merambah Amerika yang mengalami masalah ekonomi dan keuangan yang dipicu oleh kemerosotan moral oleh para tokoh politik yang memicu tingkat pengangguran dan kriminalitas yang tinggi. Punk berusaha menyindir para penguasa dengan caranya sendiri, melalui lagu-lagu dengan musik dan lirik yang sederhana namun terkadang kasar, beat yang cepat dan menghentak.
Banyak yang menyalahartikan punk sebagai glue sniffer dan perusuh karena di Inggris pernah terjadi wabah penggunaan lem berbau tajam untuk mengganti bir yang tak terbeli oleh mereka. Banyak pula yang merusak citra punk karena banyak dari mereka yang berkeliaran di jalanan dan melakukan berbagai tindak kriminal.
Punk lebih terkenal dari hal fashion yang dikenakan dan tingkah laku yang mereka perlihatkan, seperti potongan rambut mohawk ala suku indian, atau dipotong ala feathercut dan diwarnai dengan warna-warna yang terang, sepatu boots, rantai dan spike, jaket kulit, celana jeans ketat dan baju yang lusuh, anti kemapanan, anti sosial, kaum perusuh dan kriminal dari kelas rendah, pemabuk berbahaya sehingga banyak yang mengira bahwa orang yang berpenampilan seperti itu sudah layak untuk disebut sebagai punker.
Punk juga merupakan sebuah gerakan perlawanan anak muda yang berlandaskan dari keyakinan we can do it ourselves. Penilaian punk dalam melihat suatu masalah dapat dilihat melalui lirik-lirik lagunya yang bercerita tentang masalah politik, lingkungan hidup, ekonomi, ideologi, sosial dan bahkan masalah agama.
Dan itulah mereka. Tapi disini saya akan lebih menggaris bawahi tentang Band Punk, karya-karya mereka, dan komunitas mereka di Ponorogo.
Berawal dari malam minggu tanggal 17 Mei kemarin yang menginspirasi tulisan ini. Sebuah acara band punk di gelar malam itu, tepatnya di Jalan Muria 50 Ponorogo, PRO STATION MUSIC STUDIO. Mereka memainkan musik ngebut semalam suntuk. Tak hanya mereka yang dari Ponorogo yang mengisi acara itu, mereka yang dari luar kota pun datang: Madiun, Solo, Pacitan, etc.
Memang disinilah para Punker Ponrogo itu banyak dilahirkan. PRO STATION MUSIC STUDIO, tempat dimana mereka berkreasi dan menumpahkan segalanya. Mulai dari ANTHIOSIS, band yang di gawangi oleh Neoan “NEON” Perdana ( Drum ), Fyor “KEMEK” Birahmatika ( Gitar+Voc ), Arya “JA’OX” Robbi ( Bass+Voc ) ini mulai mencoba bernyanyi di 2007. Band yang sempat mempunyai nama BRINGAZ 1908 ini pun sempat beberapa kali ganti personel.
“ Tenang saja, Kita “masih ada” rasa respect terhadap OSIS. Setidaknya masih ada rasa harga menghargai terhadap OSIS itu sendiri. Nama ANTHIOSIS sendiri hanya mewakili kebencian kita terhadap siswa-siswi pengurus OSIS. Bersikap berdasar realita, kebiasaan, dan tradisi. Dari dulu sampai sekarang, “sikap luar” siswa-siswi OSIS tidak pernah berubah!!! Kesombongan, keangkuhan, dan ke-an ke-an yang lain, yang sok itu, yang sok ini dan sok-sok yang lain…(HAHA..) ” kata mereka.
Awal November 2007, ANTHIOSIS mengikuti audisi band sebuah acara musik rock lokal, dan nantinya akan dipilih 10 band untuk berparade ria di depan publik kota reog. Kesempatan yang baik buat ANTHIOSIS mengepakkan sayap pertamanya.
Dan… Sesuai harapan, akhirnya mereka ber’3 lolos audisi dan berhak tampil di acara tersebut, (tepatnya 11 November 2007). ANTHIOSIS menggeber 2 lagu cover yakni dari Begundal Lowokwaru & Marjinal.
Lumayan sukses di kepakan pertama, proyek selanjutnya adalah mencoba merubah image band. Tidak lagi menjadi band cover, dengan mulai sibuk mencari materi untuk own songs sekaligus mencari karakter band.
Terus mengasah taji dengan sering “ngesong” di luar kota, plus aktif di even-even lokal (sempat membuka gelaran “MARLBORO EXTREME ROCK 2008″ Feat Blingsatan-Sby Street Rock Di Ponorogo tepatnya 5 Juli 2008).
Puncaknya 19 JULI 2088 band yang punya bascamp di jalan Thamrin 72 Po ini ditawari untuk solo perform di salah satu cafe ternama di Ponorogo, Warock Cafe. Menggeber kurang lebih 10 own songs ANTHIOSIS. Suasana meriah, dan mereka eksis sampai sekarang di kota reog ini.
Kentrong Bunthong. Salah satu band punk paling eksis di Ponorogo. Berdiri pada Juli 2006, sama-sama PRO STATION MUSIC STUDIO production. Band yang di huni Edenk/Adhit (drum), Kenthuz/Bagus (guitar/voc), Gendhut/Rifki (bass/voc), Kancil/Waga (guitar), Bengkring/Richard (voc) ini memiliki aliran crusty punk. Eksistensi mereka sudah tidak dipertanyakan lagi, suara mereka telah di perdengarkan sampai Surabaya, Gresik, Trenggalek, Pacitan, Madiun, dan kota-kota punk lainnya.
TRAGEDI 98. Band yang berdiri pada 2007 ini dilatar belakangi sebuah peristiwa pada tahun 1998, dimana semua orang (terutama rekan-rekan mahasiswa) menginginkan adanya perubahan sistem hukum negeri ini. Dan yang menjadi awal berdirinya reformasi di negeri ini sampai sekarang. Band yang sering nongkrong di trotoar jalan Sudirman Ponorogo ini di jalankan oleh KUWOK (Drum), NGGANDEN (Guitar), BINTONK (Bass), BIGCONE (Voc).
Selain mereka masih banyak lagi band punk di ponorogo yang selalu eksis, seperti: BYAR PETH, CHAOS KIDS, BORGOL 08, TULANG RUSUK, BAKTERI FORCE.
Adalah outSIDers reogcity, satu lagi komunitas punk di Ponorogo. Ya, mereka adalah ” pengikut ” Superman Is Dead, salah satu band punk dari Kuta, Bali, Indonesia. Band yang di gawangi Bobby cool ( guitar ), Eka rock ( Bass ), dan Jerinx ( drum ) ini telah menginspirasi anak-anak muda Jalan Semeru dan Jalan Merbabu Ponorogo untuk membentuk komunitas SID di Ponorogo. Ya, disinilah permulaan itu, dan pada tanggal 8 Agustus 2008 ( 080808 ) outSIDers reogcity resmi terbentuk. Komunitas yang awalnya beranggotakan hanya belasan orang, kini anggotanya sudah mencapai ratusan umat. Ini juga pengaruh dari eksisnya band pujaan mereka itu di jagat musik Indonesia.
PUNKNOWROCKGO, dengan nama itulah mereka menyebut kota ini dan selalu berkumpul setiap hari minggu pagi jam 10.00 di skate park ( depan gedung kesenian ). Menyanyikan bersama lagu-lagu SID, ataupun hanya sekedar berbincang, dan dengan sepeda Lawrider, itu semua sudah membuat mereka gembira. Mereka juga tak pernah absen pada even-even SID, mereka selalu mengikuti kemanapun SID manggung.
Mereka sangat mudah sekali di tandai ketika sedang berkumpul. Menggunakan kaos ” kebesaran ” berwarna hitam, dengan logo outSIDers reogcity di punggung, dan bertuliskan Kuta Reog City ( plesetan dari: Kuta Rock City, salah satu album SID ) di bawah logo itu.Di kaos itu juga bertuliskan visi dan cita-cita para outSIDer itu.
Itulah sedikit cerita tentang mereka, punk di Ponorogo. CHEERS FOR FREEDOM…
Langganan:
Postingan (Atom)